Makalah uang dan wadiah

MAKALAH TAFSIR AHKAM

“UANG DAN WADIAH”

 

Disusun Oleh : 
Nurul Aulia (1199230130)
Padilah Ramadan (1199230131)
Kelas : MKS 2 D

PROGRAM STUDI MANAJEMEN KEUANGAN SYARIAH 
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM 
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG 
2020
KATA PENGANTAR 
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang Uang dan Wadiah .
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah tentang Uang dan Wadiah ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.




Cimahi, April 2020


Penyusun








BAB I
PENDAHULUAN 
A. Latar Belakang 
Barang titipan dalam bahasa fiqh suka disebut dengan kata wadi’ah. Seacara etimologi, kata ak-wadi’ah berarti menempatkan sesuatu yang ditempatkan bukan pada pemiliknya untuk dipelihara. Sedangkan secara terminologinya, ada dua definisi al-wadia’ah yang dikemukakan oleh pakar fiqh.
Menurut ulama hanafiyah: wadi’ah mengikutsertakan orang lain dalam memelihara harta,baik dengan ungkapan, maupun dengan isyarat.
Menurut ulama malikiyah,syafi’iyah dan hanbali [jumhur ulama ]: wadi’ah adalah mewakilkan orang lain untuk memelihara harta tertentudengan cara tertentu.
Dapat kita pahami bahwa wadi;ah adalah penitipan, yakni akad seseorang kepada yang lain dengan menitipkan benda untuk dijaganya secara layak atau baik.
Selain itu dalam melakukan transaksi penitipan harta, hendaknya harus melakukan penetapan jenis titipan dan memilih orang yang dapat dipercaya. Sehingga baik penitipan harta maupun orang yang menerima titipan tersebut harus saling menyepakati bahwa perjanjian ini bertujuan untuk saling bertakwa dengan jalan yang tidak saling merugikan satu sama lain.
B. Rumusan Masalah 
1. Apa itu uang ?
2. Apa itu wadiah ? 
3. Apa saja ayat-ayat yang berhubungan dengan uang  dan wadiah ?

C. Tujuan 
1. Mengetahui definisi uang 
2. Mengetahui definisi wadiah 
3. Mengetahui  ayat-ayat yang berhubungan dengan uang dan wadiah 







BAB II 
PEMBAHASAN 
A. Uang dan Wadiah 
1. Uang 
a. Pengertian Uang
Uang didefinisikan secara berbeda menurut ilmu ekonomi klasik atau tradisional dan modern. Pada ilmu ekonomi tradisional, uang diartikan sebagai segala macam benda yang dapat dimanfaatkan menjadi alat tukar dengan syarat benda tersebut diterima oleh masyarakat umum di suatu wilayah. Sementara uang dalam pandangan ilmu ekonomi modern memiliki makna yang lebih luas. Uang merupakan segala sesuatu berwujud benda yang diterima secara umum sebagai alat pembayaran transaksi jual beli atas barang atau jasa serta kekayaan atau aset berharga lainnya, dan sekaligus sebagai alat pembayaran utang.
Dari beberapa definisi tersebut, dapat diambil suatu kesimpulan bahwa uang merupakan suatu benda yang diterima secara umum oleh masyarakat di suatu wilayah guna mengukur nilai, menukar, dan membayar setiap transaksi pembelian barang dan jasa, serta menimbun kekayaan.

b. Fungsi Uang 
Secara garis besar fungsi uang dapat dibedakan menjadi dua yakni fungsi asli dan turunan. Dari kedua fungsi uang tersebut, masing-masing memiliki detail seperti berikut.
Fungsi asli uang
1) Sebagai alat tukar (medium of exchange). Orang tak lagi kesulitan untuk melakukan pertukaran, di mana pertukaran tak lagi menggunakan barang dengan barang, tetapi barang dengan uang. Keberadaan uang ini tentu menjadi solusi dari kesulitan-kesulitan yang timbul dalam sistem barter.
2) Sebagai satuan hitung (unit of account). Uang menunjukkan nilai suatu barang dan jasa yang diperjualbelikan, besarnya kekayaan, dan juga menghitung besar kecilnya pinjaman. Tak hanya itu, uang juga dapat digunakan untuk menentukan harga suatu barang dan jasa. Pada fungsi ini, uang memiliki peran dalam memperlancar aktivitas pertukaran.
3) Sebagai penyimpan nilai (valuta). Keunikan dari fungsi ini adalah uang dapat mengalihkan daya beli dari masa kini ke masa mendatang. Orang yang mendapatkan uang karena menjual barang atau jasa, maka ia bisa menyimpannya untuk kemudian digunakan membeli barang atau jasa di masa yang akan datang.
Fungsi turunan uang
1) Sebagai alat pembayaran yang sah. Fungsi ini memungkinkan dan mempermudah transaksi jual beli suatu barang atau jasa baik dapat kuantitas kecil maupun besar.
2) Sebagai alat pembayaran utang. Fungsi yang satu ini memiliki keterkaitan dengan fungsi asli uang sebagai penyimpan nilai, di mana uang dapat digunakan untuk mengukur pembayaran di masa yang akan datang.
3) Sebagai alat penimbun kekayaan. Bagi sebagian orang, terutama yang memiliki penghasilan berlebih, uang tak digunakan seluruhnya untuk kebutuhan konsumsi, tetapi disisihkan sebagian untuk disimpan dalam bentuk tabungan, giro, deposito, atau investasi guna keperluan di masa depan.
4) Sebagai alat pemindah aset. Setiap orang dapat memindahkan aset dari satu tempat ke tempat lain dengan uang. Contohnya, seseorang memiliki rumah di suatu daerah dapat memindahkan aset tersebut ke daerah lain dengan cara menjualnya terlebih dahulu kemudian membeli aset di lokasi yang baru.
5) Sebagai alat pendorong perekonomian. Perekonomian akan semakin berkembang apabila nilai uang stabil. Stabilitas nilai uang ini dapat memicu sentimen investasi secara positif, di mana orang-orang akan tergiur untuk melakukan investasi sehingga perekonomian semakin bertumbuh dan berkembang.

c. Jenis-jenis Uang
        Uang memiliki jenis yang beragam tergantung peredarannya dan bahan pembuatannya yang masing-masing dapat diuraikan sebagai berikut.

Berdasarkan peredarannya :
1) Uang kartal. Sebagai uang yang beredar resmi di masyarakat, uang kartal merupakan alat pembayaran yang sah dan wajib digunakan oleh masyarakat dalam melakukan kegiatan ekonomi sehari-hari.
2) Uang giral. Sebagaimana uang kartal, uang giral juga beredar di masyarakat, hanya saja pada kalangan tertentu. Artinya, jenis uang ini tidak wajib digunakan oleh masyarakat untuk melakukan transaksi atau kegiatan ekonomi sehari-hari. Uang giral umumnya dimiliki oleh kalangan masyarakat tertentu karena berbentuk simpanan di bank yang dapat ditarik sesuai kebutuhan dengan menggunakan perintah bayar berupa cek.

Berdasarkan bahan pembuatannya :
1) Uang logam. Sesuai dengan namanya, jenis uang ini terbuat dari logam, yang biasanya berupa emas atau perak yang nilainya cenderung tinggi dan lebih stabil dibandingkan jenis logam lainnya. Pada jenis uang logam terdapat tiga macam nilai, yaitu: 
a) Nilai intrinsik adalah nilai dari bahan yang digunakan untuk membuat mata uang.
b) Nilai nominal adalah nilai yang tertera pada mata uang, misalnya 100, 500, dan 1000.
c) Nilai tukar adalah nilai yang dapat ditukarkan dengan suatu barang. Contohnya uang Rp 5.000 dapat ditukarkan dengan sebungkus bubur kacang hijau dan Rp 10.000 dapat ditukarkan dengan sebungkus nasi sayur.
Dari ketiga jenis nilai uang logam tersebut, nilai yang digunakan adalah nilai nominal. Jadi, nilai uang logam sesuai dengan nominal yang tertera pada uang tersebut.
2) Uang kertas. Jenis uang ini terbuat dari bahan baku kertas khusus yang tidak mudah robek atau rusak. Uang kertas didesain sedemikian rupa dengan memadukan gambar, simbol, dan logo tertentu yang mudah dikenali dan dibedakan untuk setiap satuan nominalnya. Misalnya, uang kertas pecahan dengan nominal 1000, 2000, 5000, 10000, 20000, 50000, dan 100000 memiliki desain dan warna yang berbeda, sehingga masyarakat mudah mengenalinya.

2. Wadiah 
a. Pengertian wadiah 
Secara bahasa : wadi’ah ( الودعة) berartikan titipan (amanah). Kata Al-wadi’ah berasal dari kata wada’a (wada’a – yada’u – wad’aan) juga berarti membiarkan atau meninggalkan sesuatu. Sehingga secara sederhana wadi’ah adalah sesuatu yang dititipkan. 
Secara harfiah : Al wadiah dapat diartikan sebagai titipan murni dari satu pihak kepihak yang lain, baik individu maupun badan hukum, yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja si penitip menghendakinya.

b. Rukun wadiah 
Menurut ulama ahli fiqh imam abu hanafi mengatakan bahwa rukun wadi’ah hanyalah ijab dan qobul[.Namun menurut jumhur ulama mengemukakan bahwa rukun wadi’ah ada tiga yaitu:
1) Orang yang berakad
2) Barang titipan
3) Sighah, ijab dan kobul

c. Macam-macam wadiah
1) Wadi’ah yad al-amanah (Trustee Defostery)
Al- wadi’ah Yad Al-Amanah, yaitu titipan barang/harta yang dititipkan oleh pihak pertama (penitip) kepada pihak lain (bank) untuk memelihara (disimpan) barang/uang tanpa mengelola barang/ harta tersebut. Dan pihak lain (bank) tidak dibebankan terhadap kerusakan atau kehilangan pada barang/harta titipan selama hal tersebut. Aplikasinya di perbankan yaitu: safe deposit box.
Wadi’ah jenis ini memiliki karakteristik sebagai berikut:
a) Harta atau barang yang dititipkan tidak boleh dimanfaatkan dan digunakan oleh penerima titipan.
b) Penerima titipan hanya berfungsi sebagai penerima amanah yang bertugas dan berkewajiban untuk menjaga barang yang dititipkan tanpa boleh memanfaatkannya.
c) Sebagai kompensasi, penerima titipan diperkenankan untuk membebankan biaya kepada yang menitipkan.
d) Mengingat barang atau harta yang dititipkan tidak boleh dimanfaatkan oleh penerima titipan, aplikasi perbankan yang memungkinkan untuk jenis ini adalah jasa penitipan atau safe defosit box.
2) Wadi’ah yad adh-dhamanah (Guarantee Depository)
Wadi’ah ini merupakan titipan barang/harta yang dititipkan oleh pihak pertama (nasabah) kepada pihak lain (bank) untuk memelihara barang/harta tersebut dan pihak lain (bank) dapat memanfaatkan dengan seizin pemiliknya dan menjamin untuk mengembalikan titipan tersebut secara utuh setiap saat, saat si pemilik menghendaki. Konsekuensinya jika uang itu dikelola pihak lain (bank) dan mendapat keuntungan, maka seluruh keuntungan menjadi milik pihak lain (bank) dan bank boleh memberikan bonus atau hadiah pada pihak pertama (nasabah) dengan dasar tidak ada perjanjian sebelumnya. Aplikasinya di perbankan yaitu : tabungan dan giro tidak berjangka.
Wadi’ah jenis ini memiliki karakteristik sebagai berikut:
a) Harta dan barang yang dititipkan boleh dan dapat dimanfaatkan oleh yang menerima titipan.
b) Karena dimanfaatkan,barang dan harta yang dititipkan tersebut tentu dapat menghasilkan manfaat. Sekalipun demikian, tidak ada keharusan bagi penerima titipan untuk memberikan hasil manfaat kepada si penitip.
c) Produk perbankan yang sesuai dengan akad ini.

B. Penyajian ayat-ayat sesuai tema 
1. Q.S Al-Kahfi ayat 19
وَكَذَٰلِكَ بَعَثْنَٰهُمْ لِيَتَسَآءَلُوا۟ بَيْنَهُمْ ۚ قَالَ قَآئِلٌ مِّنْهُمْ كَمْ لَبِثْتُمْ ۖ قَالُوا۟ لَبِثْنَا يَوْ
بَعْضَ يَوْمٍ ۚ قَالُوا۟ رَبُّكُمْ أَعْلَمُ بِمَا لَبِثْتُمْ فَٱبْعَثُوٓا۟ أَحَدَكُم بِوَرِقِكُمْ هَٰذِهِۦٓ إِلَى ا أَوْ مً ٱلْمَدِينَةِ فَلْيَنظُرْ أَيُّهَآ أَزْكَىٰ طَعَامًا فَلْيَأْتِكُم بِرِزْقٍ مِّنْهُ وَلْيَتَلَطَّفْ وَلَا يُشْعِرَنَّ بِكُمْ أَحَدًا


Artinya :
Dan demikianlah Kami bangunkan mereka agar mereka saling bertanya di antara mereka sendiri. Berkatalah salah seorang di antara mereka: Sudah berapa lamakah kamu berada (disini?)". Mereka menjawab: "Kita berada (disini) sehari atau setengah hari". Berkata (yang lain lagi): "Tuhan kamu lebih mengetahui berapa lamanya kamu berada (di sini). Maka suruhlah salah seorang di antara kamu untuk pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini, dan hendaklah dia lihat manakah makanan yang lebih baik, maka hendaklah ia membawa makanan itu untukmu, dan hendaklah ia berlaku lemah-lembut dan janganlah sekali-kali menceritakan halmu kepada seorangpun.

2. Q.S Ali Imran ayat 75 

 وَمِنْ أَهْلِ ٱلْكِتَٰبِ مَنْ إِن تَأْمَنْهُ بِقِنطَارٍ يُؤَدِّهِۦٓ إِلَيْكَ وَمِنْهُم
مَّنْ إِن تَأْمَنْهُ بِدِينَارٍ لَّا يُؤَدِّهِۦٓ إِلَيْكَ إِلَّا مَا دُمْتَ عَلَيْهِ قَآئِمًا
ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا۟ لَيْسَ عَلَيْنَا فِى ٱلْأُمِّيِّۦنَ سَبِيلٌ وَيَقُولُونَ عَلَى
ٱللَّهِ ٱلْكَذِبَ وَهُمْ يَعْلَمُونَ

Artinya : 
Di antara Ahli kitab ada orang yang jika kamu mempercayakan kepadanya harta yang banyak, dikembalikannya kepadamu; dan di antara mereka ada orang yang jika kamu mempercayakan kepadanya satu dinar, tidak dikembalikannya kepadamu kecuali jika kamu selalu menagihnya. Yang demikian itu lantaran mereka mengatakan: "tidak ada dosa bagi kami terhadap orang-orang ummi. Mereka berkata dusta terhadap Allah, padahal mereka mengetahui.

C. Tafsir mufradat 
1. QS. Al-Kahfi ayat 19 

وَكَذٰلِكَ بَعَثْنٰهُمْ لِيَتَسَآءَلُوا۟ بَيْنَهُمْ 
(Dan demikianlah Kami bangunkan mereka agar mereka saling bertanya di antara mereka sendiri) Saling bertanya tentang lama mereka tinggal di dalam gua. 

قَالَ قَآئِلٌ مِّنْهُمْ كَمْ لَبِثْتُمْ 
( Berkatalah salah seorang di antara mereka: Sudah berapa lamakah kamu berada (disini?)”) Yakni berapa lama kalian tidur. Mereka menanyakan hal ini setelah melihat keadaan mereka tidak seperti biasanya. 

قَالُوا۟ لَبِثْنَا يَوْمًا أَوْ بَعْضَ يَوْمٍ 
( Mereka menjawab: “Kita berada (disini) sehari atau setengah hari”) Para ahli tafsir berpendapat: mereka memasuki gua pada waktu pagi dan Allah membangunkan mereka pada sore hari, oleh sebab itu mereka mengatakan sehari.

 قَالُوا۟ رَبُّكُمْ أَعْلَمُ بِمَا لَبِثْتُمْ
(Berkata (yang lain lagi): “Tuhan kamu lebih mengetahui berapa lamanya kamu berada (di sini)) Yakni kalian tidak mengetahui berapa lama kalian tinggal, dan hanya Allah-lah yang mengetahui.

 فَابْعَثُوٓا۟ أَحَدَكُم بِوَرِقِكُمْ هٰذِهِۦٓ
( aka suruhlah salah seorang di antara kamu untuk pergi dengan membawa uang perakmu ini) Makna (الورق) adalah perak yang telah dibentuk. Menurut suatu pendapat kota yang mereka maksud adalah kota Afsus (Ephesos) yang mereka dahulu tinggali yang sekarang disebut dengan kota Tarsus, demikian juga pendapat dari al-Wahidi. Dan dikatakan juga bahwa sekarang kota itu terletak di negeri Oman-Urdun, di tempat masyhur di selatan kota yang disebut dengan ar-Raqim (ar-Rajib), kota yang banyak dikunjungi banyak orang untuk mengambil pelajaran.

 فَلْيَنظُرْ أَيُّهَآ أَزْكَىٰ طَعَامًا
 (dan hendaklah dia lihat manakah makanan yang lebih baik) Yakni memperhatikan keluarga mana yang paling baik makanannya dan paling halal mata pencahariannya. Pendapat lain mengatakan yakni yang paling benar sembelihannya, sebab kebanyakan penduduknya adalah orang-orang kafir yang menyembelih hewan untuk berhala.


 وَلْيَتَلَطَّفْ 
(dan hendaklah ia berlaku lemah-lembut) Yakni lembut dalam pandangan agar tidak dikenali atau ditipu. 

وَلَا يُشْعِرَنَّ بِكُمْ أَحَدًا
(dan janganlah sekali-kali menceritakan halmu kepada seorangpun) Yakni jangan biarkan seorangpun mengetahui tempat persembunyian kalian.

2. QS. Ali Imran ayat 75

وَمِنْ أَهْلِ الْكِتٰبِ مَنْ إِن تَأْمَنْهُ بِقِنطَارٍ
 ( Di antara Ahli kitab ada orang yang jika kamu mempercayakan kepadanya harta yang banyak) Yakni ‘se-qinthar’ emas dan ia seukuran 100 Rathl (sekitar 3,81 kg menurut madzhab Syafi’i) hal ini untuk mengistilahkan banyaknya harta yang dipercayakan kepadanya. 

وَمِنْهُم مَّنْ إِن تَأْمَنْهُ بِدِينَارٍ
 ( dan di antara mereka ada orang yang jika kamu mempercayakan kepadanya satu dinar) Untuk mengungkapkan betapa sedikitnya harta yang dipercayakan kepadanya dan betapa besar ketamakannya. Yakni bahwa diantara Ahli kitab terdapat orang yang dapat dipercaya yang menunaikan amanah yang dipercayakan kepadanya meski harta itu banyak; dan sebagian lainnya terdapat orang yang suka berkhianat yang tidak menunaikan amanah meski harta itu kecil dan remeh. Barangsiapa dapat dipercaya untuk harta yang banyak maka terlebih lagi ia dapat dipercaya untuk harta yang sedikit. Dan barangsiapa yang suka berkhianat pada harta yang sedikit maka terlebih lagi pada harta yang banyak.

 إِلَّا مَا دُمْتَ عَلَيْهِ قَآئِمًا
 (kecuali jika kamu selalu menagihnya ) Yakni ia tidak menunaikan amanahnya dalam keadaan apapun kecuali jika kamu selalu menuntutnya dengan membawa bukti untuk hakmu itu, selalu mempersempitnya, dan menagihnya untuk segera mengembalikannya kepadamu. 



ذٰلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا۟ لَيْسَ عَلَيْنَا فِى الْأُمِّيِّۦنَ سَبِيلٌ 
( Yang demikian itu lantaran mereka mengatakan: “tidak ada dosa bagi kami terhadap orang-orang ummi) Makna (الأميون) yakni orang-orang arab dan umat lainnya yang bukan termasuk Ahli kitab. Yakni mereka berkata: tidak ada dosa atas kami dalam menzalimi mereka karena mereka menyelisihi agama kami, dan mereka mengklaim bahwa hal itu terdapat dalam kitab mereka. 

وَيَقُولُونَ عَلَى اللهِ الْكَذِبَ وَهُمْ يَعْلَمُونَ
( Mereka berkata dusta terhadap Allah, padahal mereka mengetahui) Allah mengabarkan bahwa hal itu bukanlah bagian dari agama yang Dia turunkan kepada mereka, akan tetapi itu hanyalah kebohongan yang mereka buat.



D. Asbab al-Nuzul
Asbabun Nuzul Surat Ali-Imron Ayat 75-76
  Tentang turunnya ayat ini, Ibnu Jarir at-Tabari meriwayatkan bahwa sebagian orang Arab menjual barang dagangannya kepada Yahudi pada zaman Jahiliyah. Setelah mereka masuk Islam, orang Arab meminta harga barang itu yang belum dibayar. Orang Yahudi berkata: “Kami tidak bertanggungjawab dan kamu tidak berhak menuntut kami ke pengadilan karena kamu telah meninggalkan agamamu”. Mereka mengatakan bahwa mereka menemukan ketentuan itu di dalam kitab Taurat
ويقولون على الله الكذب وهم يعلمون
.........mereka mengatakan hal yang dusta terhadap Allah, padahal mereka mengetahui ( Ali-Imron /3:75).
mengisahkan tentang sekelompok pemuda yang berupaya menyelamatkan iman mereka dari ancaman penguasa zalim. Rencana mereka untuk melarikan diri dari kejaran penguasa zalim mendapat keridhaan Allah sehingga mereka dapat keluar dari kota dengan selamat. Mereka beserta seekor anjing berangkat menuju gunung dengan penuh rahasia. Sesampai di gunung, mereka beristirahat di dalam sebuah gua. Karena kelelahan dalam perjalanan, akhirnya mereka tertidur di dalam gua, sampai pada saatnya Allah membangunkan mereka.
 LATAR BELAKANG TURUNNYA SURAH AL-KAHFI
            Masyarakat Arab Makkah masih meragukan kebenaran kerasulan Nabi Muhammad SAW dan tidak begitu yakin terhadap al-Qur’an. Untuk membuktikan kebenaran ini, mereka menemui tiga tokoh agamaYahudi Najran  untuk meminta pertimbangan siapa yang akan diutus untuk menguji kebenaran kerasulan Muhammad. Para tokoh itu mengusulkan agar diutus saja kaum Musyrik Makkah untuk menanyakan empat pertanyaan kepada Muhammad; jika dia dapat menjawabnya secara spontan, tanpa menunggu wahyu, berarti dia berbohong. Ketiga pertanyaan itu adalah:
Tentang kisah sekelompok pemuda yang berlindung dan tertidur di dalam gua. Berapa jumlah mereka dan siapa yang menemani mereka?
Tentang kisah Nabi Musa AS.  Kepada siapakah Nabi Musa AS diperintahkan belajar?
Tentang kisah seorang penjelajah ke Timur dan ke Barat. Bagaimana riwayat perjalanannya dan apa yang diperbuatnya?
Tentang peristiwa Kiamat. Kapan terjadi hari Kiamat itu?
Keempat pertanyaan tersebut, tentu saja, tidak dapat dijawab nabi secara spontan karena selain belum ada informasi baik secara lisan maupun tulisan mengenai hal tersebut, juga informasi tersebut tidak pernah disinggung dalam kitab-kitab sebelumnya. Nabi menunggu wahyu beberapa lama untuk dapat menjawab keempat pertanyaan tersebut. Kemudian, Allah menurunkan wahyu yang termuat dalam surah al-Khafi (juz ke-15; surah ke-18). Secara terperinci, jawaban dari setiap pertanyaan itu akan diuraikan dalam kajian berikutnya. Kajian ini memfokuskan pada jawaban dari pertanyaan pertama, yaitu tentang kisah Ashabul Kahfi.
ASHABUL KAHFI: PROFIL PEMUDA BERIMAN 
            Ashabul Kahfi artinya penghuni gua. Menurut sebagian pakar sejarah, mereka adalah sekelompok pemuda (fityah) yang berjumlah tujuh orang dan seekor anjing sebagai teman atau penunjuk jalan menuju gua. Al-Qur’an tidak menyebutkan nama-nama mereka; namun dalam lembaran sejarah dicantumkan nama-nama mereka sebagai berikut:
Maksalmina
Tamlekha
Martukis
Nawalis
Sanius
Batnayus
Kasyfutat

Sedangkan anjing mereka, ada yang menyebutkan, bernama Raqim. Namun, sebagian yang lain mengatakan bahwa Raqim itu adalah nama bukit di mana terletak gua yang mereka huni.
            Ayat 13 menginformasikan bahwa Allahlah yang menceritakan kisah Ashabul Kahfi kepada Nabi Muhammad SAW. Ini berarti bahwa nabi tidak membuat atau mengarang cerita tersebut. Cerita mengenai Ashabul Kahfi benar-benar wahyu Allah, dan dengan demikian, membuktikan bahwa al-Qur’an adalah wahyu Allah; bukan dongeng atau perkataan Nabi Muhammad SAW. Ayat ini menegaskan bahwa mereka adalah para pemuda yang mendapat hidayah Allah sehingga karena mereka terus berupaya mempertahankan iman, Allah menambah hidayah-Nya kepada mereka. Maka, mereka dapat dikatakan sebagai pemuda mukmin sejati.
            Mengenai gua seperti yang disebutkan dalam ayat 10, baru ditemukan pada tahun 1963 oleh Rafiq Wafa Ad-Dajani, seorang arkeolog Yordania. Setelah membandingkan beberapa gua yang hampir serupa, seperti yang terdapat di Epsus (Absus), Damaskus, dan Iskandinavia,  akhirnya Ad-Dajani menyimpulkan bahwa gua yang paling mirip seperti yang digambarkan al-Qur’an adalah yang terletak sekitar 8 kilometer dari kota Amman, ibukota Yordania. Gua tersebut berada di atas dataran tinggi menuju arah Tenggara; sedangkan kedua sisinya berada di sebelah Timur dan Barat dan terbuka sedemikian rupa sehingga cahaya matahari menembus ke dalamnya. Di dalam gua terdapat ruangan kecil yang luasnya 3 x 2,5 meter. Ditemukan juga di dalam gua itu tujuh atau delapan kuburan. Pada dindingnya terdapat tulisan Yunani Kuno dan terdapat juga gambar seekor anjing dan beberapa ornamen lainnya. Di atas gua terdapat sebuah tempat ibadah gaya arsitektur Bizantium dan mata uang yang digunakan pada masa itu. Berdasarkan peninggalan ini dapat diketahui bahwa tempat tersebut dibangun sekitar tahun 418-427 Masehi, pada masa pemerintahan Justinius I.
            Para sejarawan Muslim dan Kristen sepakat bahwa pada tahun 98-117 M penguasa menindas pengikut Nabi Isa; dan pada tahun 112 M dibuat peraturan bahwa setiap orang yang menolak menyembah dewa-dewa dijatuhi hukuman sebagai pengkhianat dan bahkan dibunuh. Penguasa yang memerintah pada masa itu bernama Dikyanus. Kemudian, pada tahun 408-451 negeri itu dipimpin oleh penguasa bijaksana yang bernama Theodusius. Berdasarkan informasi historis ini, maka dapat dikompromikan dengan informasi Qur’ani, yaitu sekelompok pemuda itu menghindari diri dari penguasa zalim pada tahun 112 M, dan mereka tertidur selama 300 atau 309 tahun kemudian terbangun pada tahun 412  atau 421 M (lihat ayat 25 surah al-Kahfi).
            Selanjutnya, ayat 14 dan 15 menjelaskan bahwa Allahlah yang meneguhkan hati mereka sehingga mereka condong kepada keimanan. Mereka tetap menganut prinsip tauhid (keesaan Allah); dan atas prinsip inilah tegaknya agama-agama samawi (agama berdasarkan wahyu, seperti Yahudi, Nasrani, dan Islam). Iman mereka tidak goyah meskipun banyak tantangan kehidupan yang mereka hadapi. Inilah nilai yang paling penting untuk kita teladani bahwa dalam kondisi apapun kita tetap mempertahankan iman kita. Sebab itulah Nabi Muhammad SAW bersama para sahabatnya melakukan hijrah dari Makkah ke Madinah pada tahun 622 M. Maka, hijrah dari kezaliman dan kekaauan menunju kepada keadilan dan kedamaian merupakan salah satu cara untuk menyelamatkan agama dan iman kita. 
            Ayat 16 menegaskan kembali tentang keesaan Allah. Tidak ada satu makhluk pun yang mampu mendatangkan manfaat dam mudarat kecuali dengan izin Allah. Berdasarkan petunjuk ini maka tidak ada yang perlu kita takuti di dunia ini. Kalau kita sudah benar-benar beriman kepada Allah dan hanya kepada-Nya kita bertawakkal, maka Allah akan menjadi pelindung kita. Begitulah kehidupan para nabi yang menggantungkan diri mereka kepada kekuasaan Allah. Tidak ada yang kuasa untuk menyelamatkan manusia kecuali Allah.
BUKTI KEKUASAAN ALLAH: SEBUAH RENUNGAN [AYAT 17-22]
            Ayat 17 menerangkan bahwa Allah berkuasa mengawasi hamba-Nya yang sedang tidur. Allah yang menjaga dan memelihara mereka dalam gua, dan Dia pula yang mengatur posisi tudur mereka. Kemudian, dalam ayat 18, Allah menyebutkan bahwa Dia membalikkan badan mereka ke kanan dan ke kiri serta menghilangkan perasaan takut dari dalam diri mereka. Demikian pula dalam ayat 19, Allah membangunkan mereka sehingga mereka merasa heran dan saling bertanya di antara mereka tentang berapa lama mereka sudah berada di dalam gua. Sebagian mereka mengatakan baru satu hari atau setengah hari saja. Mereka baru mengetahui masa keberadaan mereka di dalam gua setelah salah seorang dari mereka turun ke kota untuk berbelanja dengan menggunakan mata uang 300 tahun yang lalu. Kalaulah mereka terbangun lebih awal, ketika penguasa zalim masih berjaya, pastilah mereka akan dibinasakan. Namun, Allah mengatur semua itu sebagai pelajaran bagi manusia bahwa Allah maha berkuasa untuk melakukan apa saja yang Dia inginkan. Sedangkan dewa-dewa yang mereka sembah tidak memiliki kekuatan apa-apa.

E. Hadis yang terkait dengan tema 
 HR.Tirmidzi
F. عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَاللَّهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللَّهِ ص م: أَدِّالْأَمَانَةَ إِلَى مَنِ ائْتَمَنَكَ وَلاَتَخُنْ مَنْ خَانَكَض
Dari Abi Hurairah RA ia berkata: Rasulullah bersabda: tunaikanlah amanah kepada orang yang mempercayakan (menitipkan) kapadamu dan janganlah engkau berkhianat kepada orang yang mengkhianatimu. (HR.At-Tirmidzi dan Abu Dawud).

اد الأمانة االى من ائتمنك ولا تخن من خنك (رواه أبو داود والتر ميذى والحاكم)
“Hendaklah amanat orang yang mempercayai anda dan janganlah anda menghianati orang yang menghianati anda.” (HR. Abu Daud, Tirmidzi dan Hakim)
 مَنْ وَجَدَ عَيْنَ مَا لِهِ. فَهُوَ اَحَقُّ بِهِ. وَيَتَّبِعُ الْبَيِّعُ مَنْ بَاعَهُ (رواه احمد وابوداود والنساع
 “Barang siapa mendapati sosok harta benda pada orang lain, maka dia lebih berhak terhadapnya. Dan orang yang telah membeli barang itu hendaknya mengambil uang yang telah dia bayarkan dari orang yang menjualnya kepadanya.” (Hadits Riwayat  Ahmad, Abu Dawud dan Nasa’i).
G. Rincian tafsir 
1. QS. Al- Kahfi ayat 19
(Dan demikianlah Kami bangunkan mereka agar mereka saling bertanya di antara mereka sendiri) Saling bertanya tentang lama mereka tinggal di dalam gua. 

( Berkatalah salah seorang di antara mereka: Sudah berapa lamakah kamu berada (disini?)”) Yakni berapa lama kalian tidur. Mereka menanyakan hal ini setelah melihat keadaan mereka tidak seperti biasanya. 

( Mereka menjawab: “Kita berada (disini) sehari atau setengah hari”) Para ahli tafsir berpendapat: mereka memasuki gua pada waktu pagi dan Allah membangunkan mereka pada sore hari, oleh sebab itu mereka mengatakan sehari.

(Berkata (yang lain lagi): “Tuhan kamu lebih mengetahui berapa lamanya kamu berada (di sini)) Yakni kalian tidak mengetahui berapa lama kalian tinggal, dan hanya Allah-lah yang mengetahui.

( aka suruhlah salah seorang di antara kamu untuk pergi dengan membawa uang perakmu ini) Makna (الورق) adalah perak yang telah dibentuk. Menurut suatu pendapat kota yang mereka maksud adalah kota Afsus (Ephesos) yang mereka dahulu tinggali yang sekarang disebut dengan kota Tarsus, demikian juga pendapat dari al-Wahidi. Dan dikatakan juga bahwa sekarang kota itu terletak di negeri Oman-Urdun, di tempat masyhur di selatan kota yang disebut dengan ar-Raqim (ar-Rajib), kota yang banyak dikunjungi banyak orang untuk mengambil pelajaran.

(dan hendaklah dia lihat manakah makanan yang lebih baik) Yakni memperhatikan keluarga mana yang paling baik makanannya dan paling halal mata pencahariannya. Pendapat lain mengatakan yakni yang paling benar sembelihannya, sebab kebanyakan penduduknya adalah orang-orang kafir yang menyembelih hewan untuk berhala.

(dan hendaklah ia berlaku lemah-lembut) Yakni lembut dalam pandangan agar tidak dikenali atau ditipu. 

(dan janganlah sekali-kali menceritakan halmu kepada seorangpun) Yakni jangan biarkan seorangpun mengetahui tempat persembunyian kalian.

2. QS.Ali- Imran ayat 75
( Di antara Ahli kitab ada orang yang jika kamu mempercayakan kepadanya harta yang banyak) Yakni ‘se-qinthar’ emas dan ia seukuran 100 Rathl (sekitar 3,81 kg menurut madzhab Syafi’i) hal ini untuk mengistilahkan banyaknya harta yang dipercayakan kepadanya. 

( dan di antara mereka ada orang yang jika kamu mempercayakan kepadanya satu dinar) Untuk mengungkapkan betapa sedikitnya harta yang dipercayakan kepadanya dan betapa besar ketamakannya. Yakni bahwa diantara Ahli kitab terdapat orang yang dapat dipercaya yang menunaikan amanah yang dipercayakan kepadanya meski harta itu banyak; dan sebagian lainnya terdapat orang yang suka berkhianat yang tidak menunaikan amanah meski harta itu kecil dan remeh. Barangsiapa dapat dipercaya untuk harta yang banyak maka terlebih lagi ia dapat dipercaya untuk harta yang sedikit. Dan barangsiapa yang suka berkhianat pada harta yang sedikit maka terlebih lagi pada harta yang banyak.

(kecuali jika kamu selalu menagihnya ) Yakni ia tidak menunaikan amanahnya dalam keadaan apapun kecuali jika kamu selalu menuntutnya dengan membawa bukti untuk hakmu itu, selalu mempersempitnya, dan menagihnya untuk segera mengembalikannya kepadamu.

( Yang demikian itu lantaran mereka mengatakan: “tidak ada dosa bagi kami terhadap orang-orang ummi) Makna (الأميون) yakni orang-orang arab dan umat lainnya yang bukan termasuk Ahli kitab. Yakni mereka berkata: tidak ada dosa atas kami dalam menzalimi mereka karena mereka menyelisihi agama kami, dan mereka mengklaim bahwa hal itu terdapat dalam kitab mereka. 

( Mereka berkata dusta terhadap Allah, padahal mereka mengetahui) Allah mengabarkan bahwa hal itu bukanlah bagian dari agama yang Dia turunkan kepada mereka, akan tetapi itu hanyalah kebohongan yang mereka buat.


H. Istinbath ahkam 
Dalam hukum Islam, transaksi wadi`ah (penitipan) ini asalnya dibolehkan, yakni semua orang bebas memilih apa yang akan ia lakukan untuk menjaga yang ia miliki untuk dirinya sendiri. Namun terkadang, hukum menitipkan harta miliknya menjadi wajib, bila pemilik barang tersebut takut tidak bisa menjaganya, atau menghilangkan, atau khawatir menjadi rusak, sehingga ia menjumpai (mencari) orang (pihak) yang dapat menjaganya. Dan bagi seseorang yang merasa mampu menjaga barang yang dititipkan, maka disunnahkan untuk menerima titipan itu. Pahala yang besar telah menanti bagi si pelaku penerima titipan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَىٰ 
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa” [al-Maa`idah/5 : 2] وَأَحْسِنُوا ۛ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِين
َ “dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik” [al-Baqarah/2 : 195]. Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam : مَنْ نفََّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُربةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا نَفَّسَ اللهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ اْلقَيَامَةِ، … وَاللهُ فِي عَوْنِ اْلعَبْدِ مَا كَانَ اْلعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيْهِ ) “Barang siapa yang menghilangkan kesusahan dari kesusahan-kesusahan dunia yang ada pada seorang mukmin, maka Allah akan menghilangkan kesusahannya dari kesusahan-kesusahan dirinya pada hari Kiamat … dan Allah ada dalam pertolongan seorang hamba, selama hamba tersebut dalam pertolongan saudaranya”. Adapun bagi seorang yang merasa tidak mampu dalam penjagaan, maka dilarang untuk menerimanya, terlebih bila ia akan merusak atau menghilangkannya. Dan bisa menjadi wajib untuk menerima titipan dari saudaranya, bila memang tidak ada orang yang akan menjaganya, sedangkan ia merasa mampu untuk menjaganya. Hal ini berdasarkan konteks dan pemahaman dari ayat-ayat atau hadits-hadits yang melarang seseorang untuk menyia-nyiakan harta yang ia miliki Transaksi wadi`ah ini merupakan akad yang bersifat jaiz (boleh) dari dua belah pihak. Masing-masing di antara keduanya berhak untuk membatalkan akad yang berlangsung, kapanpun juga. Ridha tidaknya pihak yang dibatalkan tidak ada pengaruhnya. Dan akad ini, secara otomatis terputus, bila salah satu dari keduanya meninggal atau hilang akalnya karena gila atau sakit Bagi seseorang yang menerima titipan atau amanah ini, wajib untuk menjaganya seperti miliknya sendiri. Karenanya, bila barang titipan itu hilang atau rusak, maka pihak yang dititipi tidak wajib dimintakan ganti atau pertanggungjawabannya, karena ia sebagai orang yang dipercaya oleh si penitip, selama pihak yang dititipi tidak berbuat lalai dan aniaya dalam penjagaan. Bila terjadi kelalaian dan perbuatan aniaya, maka wajib bagi yang dititipi untuk menggantinya dan bertanggung jawab dengan barang tersebut, karena ia telah merusak harta dan barang orang lain. Oleh karena itu, wajib bagi seseorang yang dititipi untuk menjaga barang titipan tersebut di tempat aman atau yang semestinya, sebagaimana layaknya ia menjaga hartanya sendiri.


BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan 
Kesimpulan
    Al-wadi’ah adalah akad seseorang kepada yang lainnya dengan menitipkan benda untuk dijaganya secara layak. Pada dasarnya, hukum akad al-wadi’ah adalah jaiz (boleh). Akad ini semata-mata terjadi dalam rangka tolong menolong antara sesama manusia dan demi mengharapkan ridho Allah SWT,
       Jumhur ulama fiqh mengatakan bahwa rukun al-wadi’ah ada tiga, yaitu: (a) orang yang berakad; (b) barang titipan; dan (c) shighat ijab dan qabul, baik secara lafal atau melalui tindakan.
Adapun syarat-syarat dalam akad al-wadi’ah menurut jumhur ulama ini yaitu: (a) pihak-pihak yang melakukan transaksi telah balig, berakal, dan cerdas; (b) barang titipan itu jelas dan boleh dikuasai.
                 Wadi’ah merupakan amanah bagi orang yang menerima titipan, sehingga ia harus mengembalikannya pada waktu pemilik harta meminta kembali harta yang dititipkannya. Tidak ada kewajiban bagi pihak yang dititipi mengganti rugi atas kerusakan harta yang dititipi, kecuali bila ia tidak melakukan kewajiban dengan sebagaimana mestinya.

B. Saran 
Jika bapak/ibu serta teman-teman semuanya mempunyai sebuah kritikan/masukan terhadap makalah kami bisa sampaikan nya secara langsung kepada kami yang selaku membuat makalah ini. Semoga materi yang kami buat ini mudah-mudahan bermanfaat khususnya kepada kami yang selaku membuat materi ini dan juga umumnya mudah-mudahan bermanfaat bagi bapak/ibu serta teman-teman semuanya aamiin. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hero Baru ML 2020, Chong Black Dragon Fighter 4 Skill!!!

Tanggal rilis hero Popol & Kupa di Original Server Mobile Legend 2020

Makalah Strategi Perusahaan Makanan Instan Bakso Aci